Selasa, 31 Mei 2016

Saguna dan Nirguna Brahman

Brahman dalam agama Hindu merupakan jiwa yang paling utama yang menyebabkan segala sesuatu di alam semesta ini menjadi ada dan tidak ada. Beliau bersifat kekal, tidak berwujud, tak terbatas, tiada berawal dan juga tiada akhir, menguasai segala bentuk, waktu, ruang, energi serta menguasai alam semesta. Di Bali Beliau dikenal dengan gelar Ida Sang Hyang Widhi yang artinya Dia yang maha tahu. Jadi walaupun berbeda nama, Beliau tetap satu.

Dalam Bhagawad Gita dijelaskan mengenai Brahman beberapa diataranya :
Bab VIII. 3 "Yang Tak Dapat Dihancurkan, Yang Maha Agung disebut Sang Brahman. Svabhava (Sang Jati Diri atau Sang Atman yang bersemayam dalam jiwa kita) disebut Adhyatman. Tenaga (ataukekuatan) kreatif yang menciptakan semua mahluk dan benda disebut Kama."

Bab VIII.4 "Yang menjadi inti dari semua benda dan mahluk (yaitu Adhibhuta) sifatnya dapat binasa. Yang menjadi inti para dewa adalah Jiwa Kosmos. Dan Arjuna, di dalam raga ini, Aku Sendiri (sebagai Saksi di dalam) adalah Adhiyagna."

Bab VIII.9 "Ia memujaNya sebagai Yang Maha Mengetahui, sebagai Yang Selalu Hadir Semenjak Masa Yang Amat Silam, sebagai Yang Maha Penguasa, sebagai Yang Maha Tercepat, sebagai Yang Maha Memelihara kita semua, sebagai Yang BentukNya Tak Dapat Dimengerti oleh manusia dan mahluk-mahluk lainnya, tetapi Ia Terang Benderang bagaikan Sang Surya dan jauh dari semua kegelapan."

Karena sifat-sifat Beliau yang maha tidak terbatas, sehingga sangat sulit bagi manusia yang mempunyai akal dan kesadaran yang bisa dibilang masih sangat rendah untuk bisa memahaminya. Maka untuk bisa mencapai sesuatu yang tidak terbatas maka kita harus mempersempit ketidak terbatasan itu. Contoh: misalnya kita harus mengukur luas suatu bidang (suatu area) yang tidak beraturan, maka kita harus mempersempit bidang tersebut dan dibentuk pola-pola bidang datar yang bisa diukur (misal persegi, segi tiga, trapesium, dll) sehingga nantinya kita bisa menemukan jumlah luas keseluruhan dari bidang tak beraturan tersebut.

Sama halnya dengan Brahman, manusia tidak akan mungkin bisa menggambarkan bagaimana Brahman itu sebenarnya. Lalu bagaimana manusia bisa menggambarkan bentuk Tuhan? Kembali lagi ke kitab-kitab suci agama Hindu dimana telah dijelaskan bentuk-bentuk manifestasi dari Tuhan. Beliau adalah Brahma, Wisnu, Siwa, Indra, Surya, Baruna, Kresna, Ramadewa, dll. Apakah benar jiwa-jiwa tersebut adalah pribadi dari Tuhan? Sesuai dengan sifat-sifat dari Brahman/Tuhan yaitu maha kuasa, maha ada, maha tahu dan maha karya, maka untuk menjadi suatu pribadi tertentu tidak akan sulit bagi Beliau. 

Untuk lebih jelas kita kutip sloka Bhagawad Gita berikut :
Bab X.19 "Jika demikian, baiklah Arjuna! AkanKu sabdakan kepadamu sebagian dari bentuk-bentuk suciKu, tetapi hanya bentuk-bentuk yang telah dikenal dan mudah difahami, karena keberadaanKu tak ada batasnya."
Bab X.20 "Aku adalah Jati Diri, oh Arjuna, Yang bersemayam di dalam hati setiap mahluk. Aku adalah permulaan, Yang ditengah-tengah dan juga akhir dari setiap yang ada."
Bab X.21 "Di antara para Aditya Aku adalah Vishnu; di antara cahaya Aku adalah Sang Surya yang terang-benderang. Di antara para Marut Aku adalah Marici, di antara bintang-bintang Aku adalah sang rembulan."
Bab X.22 "Di antara Veda-Veda Aku adalah Sama-Veda, di antara para dewa Aku adalah Indra, di antara indra-indra Aku adalah pikiran; dan Aku adalah kesadaran di antara para mahluk-hidup."
Bab X.23 "Di antara para Rudra Aku adalah Shankara (Shiva), di antara para Yaksha dan Rakshasa Aku adalah Kubera (dewa kekayaan), di antara para Vasu Aku adalah Agni(dewa api), dan di antara puncak-puncak gunung Aku adalah Meru."
Bab X.24 "Di antara para pendeta (pendeta setiap rumah-tangga), oh Arjuna, kenalilah Aku sebagai Brihaspati, sang pemimpin; di antara jenderal-jenderal di peperangan Aku adalah Skanda; di antara danau-danau Aku adalah Samudra."
Bab X.25 "Di antara para resi yang agung Aku adalah Bhrigu, di antara kata-kata Aku adalah satu patah kata OM, di antara yang dipersembahkan Aku adalah persembahan dalam bentuk japa (mengulang-ulang mantra atau puja-puji kepada Yang Maha Esa, atau bisa juga meditasi yang dilakukan secara diam-diam dan tenang), di antara yang tak dapat dipindah-pindahkan Aku adalah Himalaya."
Bab X.26 "Di antara pepohonan Aku adalah pohon Asvattha, di antara para resi suci Aku adalah Narada, di antara para ghandharva Aku adalah Citraratha, dan di antara yang telah disempurnakan Aku adalah resi Kapila."
Bab X.27 "Di antara kuda-kuda Aku adalah Uchaishvara yang lahir dari air-suci (tirta), di antara gajah Aku adalah Airavata, dan di antara manusia Aku adalah Raja."
Bab X.28 "Di antara senjata Aku adalah halilintar, di antara sapi Aku adalah Kamadhuk, Sapi Kemakmuran; di antara leluhur (nenek-moyang) Aku adalah Kandarpa, Kasih Nan Kreatif; dan di antara ular Aku adalah Vasuki."
Bab X.29 "Di antara Naga Aku adalah Ananta, di antara mahluk-mahluk lautan Aku adalah Varuna, dianatara pitri (arwah leluhur) Aku adalah Aryaman, dan di antara para penguasa Aku adalah Yama, Raja Maut."
Bab X.30 "Di antara Daitya Aku adalah Prahlada, di antara benda-benda yang mengukur Aku adalah Sang Waktu, di antara binatang yang buas Aku adalah raja-hutan (singa), dan di antara burung-burung Aku adalah putra sang Vinata (Garuda)."
BabX.31 "Di antara para penyuci Aku adalah sang Vayu (angin), di antara para pendekar (pahlawan) Aku adalah Sang Rama, di antara ikan Aku adalah Makara, di antara sungai Aku adalah sungai Gangga."

Kenapa diperlukan suatu bentuk? 
Pikiran manusia yang terbatas tidak akan bisa mencapai sesuatu yang tidak terbatas. Maka diperlukan suatu media/bentuk yang bisa menghubungkan atau memusatkan pikiran manusia kepada pribadi yang dipuja (Brahman/Tuhan). Maka dari itu dalam agama Hindu dikenal istilah Saguna Brahman dan Nirgunam Brahman. Saguna artinya memiliki atribut sehingga Saguna Brahman adalah Tuhan yang mempunyai nama, bentuk dan atribut lainnya. Sedangkan Nirgunam artinya tanpa atribut sehingga Nirgunam Brahman adalah Tuhan merupakan jiwa suci yang tidak mempunyai bentuk, tidak punya nama, ataupun atribut lainnya. Untuk lebih mudahnya, seseorang yang memuja Tuhan sebagai Saguna Brahman akan cenderung untuk melakukan pemujaan kepada Dewa-Dewi dan memusatkan pikiran pada pribadi Dewa yang disembah. Sedangkan seseorang yang memuja Tuhan sebagai Nirgunam Brahman tidak akan mempersonifikasikan lagi pribadi Beliau karena sudah mencapai tahap pencerahan tertinggi untuk bisa mamahami dan merasakan kehadiran Brahman.

Seseorang yang tingkat spiritualitasnya masih rendah akan membutuhkan media dalam pemujaannya. Sehingga kebanyakan orang akan memuja Beliau sebagai pribadi yang mempunyai bentuk dan dibuatkanlah simbol baik berupa arca, relief ataupun gambar. Dalam sarana upacaranya juga akan masih memakai persembahan apakah banten, persembahan buah atau makanan, maupun kurban. Sedangkan bagi mereka yang sudah mempunyai tingkat spiritual tinggi, tidak akan memerlukan media apapun karena dia sudah bisa merasakan kehadiran Tuhan sebagai nirguna brahman dan akan mempersembahkan dirinya sendiri. Mempersembahkan diri sendiri dalam hal ini bukan berarti melakukan tindakan bunuh diri demi mempersembahkan nyawanya kepada Tuhan atau berperang atas nama Tuhan. Melainkan melepaskan semua ikatan duniawi. memutuskan semua hubungan/tidak bergantung lagi dengan siapapun, tidak mempunyai nafsu ataupun ambisi apapun, hanya berserah dan selalu memuja Beliau sampai tercapai tujuannya yaitu Moksa.  

Kamis, 19 Mei 2016

Agama Yang Universal

Setiap agama pastinya menyatakan diri sebagai agama yang paling universal. Kalau kita lihat kembali arti dari universal itu sendiri yaitu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, universal artinya yang bersifat umum (berlaku untuk semua orang dan seluruh dunia). Sedangkan dalam Wikipedia, universal berarti konsep yang dipercaya umat manusia tanpa membeda-bedakan apakah manusia itu berkulit hitam, berkulit putih, beragama islam maupun kristen, apakah ia Tionghoa atau orang Amerika atau lebih tepatnya tidak bersifat deskriminatif.

Jadi kalau kita ambil kesimpulan suatu agama bisa disebut universal apabila :

  1. Bisa diberlakukan kepada semua orang dan seluruh dunia.
  2. Tidak membeda-bedakan ras, budaya, golongan, suku
  3. Dapat bercampur dengan budaya lokal tanpa mengubah pola budaya yang ada
  4. Dengan tidak mengubah pola budaya setempat, tetapi bisa menjadi akar filsafat dan menjadi konsep utama.
  5. Memiliki konsep ketuhanan yang universal (Tuhannya tidak membeda-bedakan umatnya walaupun berkeyakinan berbeda).
Karena dalam hal ini kita membicarakan Hindu, maka kita lihat apakah Hindu merupakan agama yang universal atau tidak. Berdasarkan fakta yang ada, masuknya agama Hindu tidak pernah mengubah ataupun merusak budaya lokal. Misalnya di Indonesia, agama Hindu berkembang dengan tetap menjunjung tinggi adat leluhur dan mengkulturasikannya dengan budaya setempat. Tidak ada pemaksaan budaya India harus diterapkan di Indonesia. Sehingga Hindu di Indonesia akan berbeda dengan Hindu di India tetapi mempunyai konsep yang sama yaitu berdasarkan Weda. Bahkan di Indonesia sendiri pola budaya agama Hindu masing-masing daerah juga berbeda karena adatnya yang berbeda.  

Adanya kebangkitan Hindu di beberapa daerah, seolah-olah menunjukkan adanya Balinisasi yang terjadi. Padahal sebenarnya Balinisasi yang terjadi sebagai akibat dari suatu daerah yang memulai lagi agama Hindu dari awal, masih belum mempunyai dasar yang pasti sesuai dengan Tiga Kerangka Dasar agama Hindu yaitu Tatwa, Etika dan Upakara. Maka dari segi upakara, daerah lain sering meniru dari Upakara Bali, sedangkan untuk Tatwa dan Etika masih tetap berpegangan pada budaya awal. Contohnya pakaian sembahyang ke pura di Bali berbeda dengan di Jawa, tetapi upakaranya sama. Karena sudut pandang yang berbeda, maka hal tersebut malah diidentikkan dengan Balinisasi. 

Berdasarkan beberapa sloka dalam Bhagavad Gita di antaranya :

BG IV.7 : "Sesungguhnya dikala dharma berkurang kekuasaannya dan tirani merajalela, wahai Arjuna, saat itu Aku ciptakan diri-Ku sendiri".  

BG IV.8 :"Untuk melindungi orang-orang baik dan untuk memusnahkan orang yang jahat, Aku lahir ke dunia dari masa ke masa untuk menegakkan Dharma". 

BG IV.11: "Bagaimanapun (jalan) manusia mendekati-Ku, Aku terima wahai Arjuna, manusia mengikuti jalan-Ku pada segala jalan". 

Berdasarkan sloka di atas, Hindu mengajarkan bahwa Tuhan bukan hanya melindungi umat seagamanya saja, tetapi berdasarkan karma yang dilakukan. Bahkan Beliau juga tidak membeda-bedakan keyakinan umatnya tetapi menerima jalan apapun yang dilalui melalui Catur Marga Yoga ("Bukan menerima agama apapun"). Dan kalau diteliti lebih dalam lagi, dalam Weda Sruti maupun Smerti tidak satupun ditemukan sloka yang menunjukan bahwa umat Hindu diharuskan untuk memerangi orang yang keyakinannya berbeda. Perang yang malah dianjurkan adalah memerangi Adharma (ketidakbaikan), Kebodohan (Awidya), Sad Ripu (Musuh dalam diri), dan lainnya yang menyangkut prilaku tidak benar. 

Maka dengan demikian, kita sebenarnya sudah bisa melihat keuniversalan Hindu dalam hal ketuhanan maupun kehidupan sosial. Tetapi dalam kehidupan sebenarnya kadang Hindu dianggap memberatkan karena upacara yang besar dan rumit serta menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Padahal itu bukan salah dari ajaran Hindu, tetapi salah adat yang diatur oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab dan egois. Maka dari itu hendaknya umat Hindu bisa sadar diri dan menyadarkan orang lain tentang keuniversalan Hindu tersebut.