Kamis, 19 Mei 2016

Agama Yang Universal

Setiap agama pastinya menyatakan diri sebagai agama yang paling universal. Kalau kita lihat kembali arti dari universal itu sendiri yaitu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, universal artinya yang bersifat umum (berlaku untuk semua orang dan seluruh dunia). Sedangkan dalam Wikipedia, universal berarti konsep yang dipercaya umat manusia tanpa membeda-bedakan apakah manusia itu berkulit hitam, berkulit putih, beragama islam maupun kristen, apakah ia Tionghoa atau orang Amerika atau lebih tepatnya tidak bersifat deskriminatif.

Jadi kalau kita ambil kesimpulan suatu agama bisa disebut universal apabila :

  1. Bisa diberlakukan kepada semua orang dan seluruh dunia.
  2. Tidak membeda-bedakan ras, budaya, golongan, suku
  3. Dapat bercampur dengan budaya lokal tanpa mengubah pola budaya yang ada
  4. Dengan tidak mengubah pola budaya setempat, tetapi bisa menjadi akar filsafat dan menjadi konsep utama.
  5. Memiliki konsep ketuhanan yang universal (Tuhannya tidak membeda-bedakan umatnya walaupun berkeyakinan berbeda).
Karena dalam hal ini kita membicarakan Hindu, maka kita lihat apakah Hindu merupakan agama yang universal atau tidak. Berdasarkan fakta yang ada, masuknya agama Hindu tidak pernah mengubah ataupun merusak budaya lokal. Misalnya di Indonesia, agama Hindu berkembang dengan tetap menjunjung tinggi adat leluhur dan mengkulturasikannya dengan budaya setempat. Tidak ada pemaksaan budaya India harus diterapkan di Indonesia. Sehingga Hindu di Indonesia akan berbeda dengan Hindu di India tetapi mempunyai konsep yang sama yaitu berdasarkan Weda. Bahkan di Indonesia sendiri pola budaya agama Hindu masing-masing daerah juga berbeda karena adatnya yang berbeda.  

Adanya kebangkitan Hindu di beberapa daerah, seolah-olah menunjukkan adanya Balinisasi yang terjadi. Padahal sebenarnya Balinisasi yang terjadi sebagai akibat dari suatu daerah yang memulai lagi agama Hindu dari awal, masih belum mempunyai dasar yang pasti sesuai dengan Tiga Kerangka Dasar agama Hindu yaitu Tatwa, Etika dan Upakara. Maka dari segi upakara, daerah lain sering meniru dari Upakara Bali, sedangkan untuk Tatwa dan Etika masih tetap berpegangan pada budaya awal. Contohnya pakaian sembahyang ke pura di Bali berbeda dengan di Jawa, tetapi upakaranya sama. Karena sudut pandang yang berbeda, maka hal tersebut malah diidentikkan dengan Balinisasi. 

Berdasarkan beberapa sloka dalam Bhagavad Gita di antaranya :

BG IV.7 : "Sesungguhnya dikala dharma berkurang kekuasaannya dan tirani merajalela, wahai Arjuna, saat itu Aku ciptakan diri-Ku sendiri".  

BG IV.8 :"Untuk melindungi orang-orang baik dan untuk memusnahkan orang yang jahat, Aku lahir ke dunia dari masa ke masa untuk menegakkan Dharma". 

BG IV.11: "Bagaimanapun (jalan) manusia mendekati-Ku, Aku terima wahai Arjuna, manusia mengikuti jalan-Ku pada segala jalan". 

Berdasarkan sloka di atas, Hindu mengajarkan bahwa Tuhan bukan hanya melindungi umat seagamanya saja, tetapi berdasarkan karma yang dilakukan. Bahkan Beliau juga tidak membeda-bedakan keyakinan umatnya tetapi menerima jalan apapun yang dilalui melalui Catur Marga Yoga ("Bukan menerima agama apapun"). Dan kalau diteliti lebih dalam lagi, dalam Weda Sruti maupun Smerti tidak satupun ditemukan sloka yang menunjukan bahwa umat Hindu diharuskan untuk memerangi orang yang keyakinannya berbeda. Perang yang malah dianjurkan adalah memerangi Adharma (ketidakbaikan), Kebodohan (Awidya), Sad Ripu (Musuh dalam diri), dan lainnya yang menyangkut prilaku tidak benar. 

Maka dengan demikian, kita sebenarnya sudah bisa melihat keuniversalan Hindu dalam hal ketuhanan maupun kehidupan sosial. Tetapi dalam kehidupan sebenarnya kadang Hindu dianggap memberatkan karena upacara yang besar dan rumit serta menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Padahal itu bukan salah dari ajaran Hindu, tetapi salah adat yang diatur oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab dan egois. Maka dari itu hendaknya umat Hindu bisa sadar diri dan menyadarkan orang lain tentang keuniversalan Hindu tersebut. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar