Rabu, 13 Januari 2016

Perayaan Tumpek Landep

Tumpek Landep adalah salah satu hari raya agama Hindu di bali berdasarkan pawukon (wuku) yang jatuhnya kurang lebih setiap 6 bulan sekali untuk kalender masehi. Hari raya ini tiba pada saat hari Saniscara Kliwon wuku Landep. Arti kata landep dalam hal ini adalah tajam, dimana tajam dalam ini adalah ketajaman pikiran. Jadi pada hari tumpek landep ini diharapkan umat Hindu bisa memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Pasupati untuk memberikan ketajaman pikiran dalam memilah sesuatu, baik dalam melakukan perbuatan, perkataan dan berfikir.

Pada jaman dahulu, hari tumpek landep ini digunakan untuk mengasah sesuatu yang tajam secara niskala dalam bentuk senjata, diantaranya adalah keris, tombak,dll. Dan senjata yang diupacarai pun juga bukan sembarang senjata, yaitu senjata yang memang merupakan anugrah dari Dewa. Hal tersebut dilakukan sebagai rasa syukur atas anugrah yang diberikan dan agar tetap diberikan ketajaman dalam memerangi Adharma/ketidak baikan. Tetapi pada masa sekarang keadaan berubah, dimana yang diupacarai adalah mobil, motor, mesin, dan alat teknologi lainnya. Entah dari kapan kebiasaan ini berlangsung yang pasti kebiasaan ini masih terjadi sampai sekarang.

Berdasarkan makna dari tumpek landep sendiri yaitu menajamkan pikiran untuk sesuatu yang lebih baik. Tetapi rasanya tidak ada kaitannya antara ketajaman pikiran dengan mobil, mesin, motor, lalu kenapa umat Hindu malah mengupacarai barang tersebut. Disamping itu barang tersebut adalah buatan manusia sendiri yang berbeda dengan keris jaman dahulu yang memang diperoleh dari hasil bertapa/semedi dan mendapat anugrah dari Dewata sehingga sudah jelas-jelas bahwa senjata tersebut adalah milik dari Dewa. Bahkan ada yang sampai membuat banten gede hanya untuk mengupacarai mobilnya apalagi itu mobil baru. Apakah yang kemudian disembah? Apakah Ida Bethara Avanza atau Sang Hyang Xenia? Makanya hal tersebut menjadi hal perbincangan dari umat lain yang mangatakan bahwa umat hindu, mobil koq disembah. Sungguh miris mendengar hal tersebut. Bahkan ada yang mengatakan kenapa umat hindu mebanten di mobil? Dan sayangnya ada umat hindu yang menjawab karena di mobil ada setannya maka harus dibanteni. Itulah karena makna sebenarnya hari tumpek landep ini tidak dimengerti secara utuh. Seseorang lebih mementingkan hari tumpek landep untuk mengupacarai kendaraan sampai mereka rela mencuci dulu kendaraannya sebelum diupacarai padahal sayangnya pada saat otonan dia sendiri tidak pernah diupacarai. Dimana jelas-jelas dalam diri terdapat atman yang lebih suci tetapi mendapat perlakukan yang lebih rendah dibandingkan dengan kendaraan atau mesin yang dibuat oleh manusia.

Jadi inti sebenarnya dari tumpek landep adalah permohonan kepada Ida Sang Hyang Widhi sebagai Sang Hyang Pasupati agar buana alit/tubuh manusia terutama inti yang terpenting yaitu atman, bisa diberikan ketajaman pikiran agar diperoleh kebijaksanaan dalam melalui kehidupan sehingga bisa menjalankan Dharma. Bukan harus mengupacarai mobil, motor, mesin, komputer, dll. Maka dari itu setiap hari tumpek landep, utamakan dulu penyucian atman sebelum dilakukan upacara yang lainnya.

Senin, 11 Januari 2016

Benarkah Tuhan ada di dalam dan di luar ciptaan-Nya

Salah satu sifat Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi dalam Catur Cadu Sakti yaitu Wibhu Sakti yang artinya Tuhan Maha Ada dan meresapi segalanya, tidak berubah dan tidak terpengaruh (wyapi wyapaka nir wikara), Beliau berada di dalam dan diluar cipataanNya. Bagaimana Tuhan bisa seperti itu?

Seperti kita andaikan air laut di seluruh bumi ini yang terdiri dari berbagai samudera, lautan dan pantainya. Tuhan adalah air laut di seluruh bumi ini. Lalu samudera kita ibaratkan Dewa Tri Murti, lautan/selat kita ibaratkan Dewa-Dewi di nirwana. Sedangkan manusia dan mahluk hidup lainnya adalah titik-titik air laut. Maka walaupun sebutannya berbeda tetap saja tetap saja adalah merupakan laut itu sendiri. Samudera mempunyai luasan terbesar di antara lautan yang ada, begitu pula antara samudera yang satu dengan yang lain satupun tidak ada pembatasnya, begitu juga dengan perairan laut lainnya. Tetapi diantaranya diberikan nama yang berbeda-beda padahal sebenarnya lautan itu semuanya adalah satu. Begitu pula dengan Tri Murti yang kita ibaratkan samudera karena mempunyai sifat kesadaran yang hampir sama dengan Tuhan, padahal Beliau adalah manifestasi Tuhan itu sendiri. Begitu pula dengan Dewa-Dewi lainnya yang mempunyai kesadaran agak kurang dibandingkan Tri Murti yang kita ibaratkan lautan atau selat. Mereka juga adalah manifestasi dari Tuhan seperti halnya lautan/selat adalah merupakan lautan di bumi yang satu.

Lalu bagaimana dengan manusia yang diibaratkan titik-titik air laut. Manusia dan mahluk hidup lainnya di bumi ini sama sekali tidak mempunyai kesadaran tentang Tuhan. Jika kita ibaratkan proses titik-titik air laut ini, maka akan sama dengan perjalanan mahluk hidup rendah di bumi ini. Titik-titik air laut ini akan menguap ke udara dan akan menggumpal menjadi awan, yang nantinya akan menurunkan hujan dan mengalir di sungai atau jalur lainnya yang akan kembali lagi ke laut. Di antara air hujan yang mengalir tersebut tentu saja akan ada yang terperangkap di bumi yaitu masuk ke dalam danau atau bendungan.

Personifikasinya adalah titik-titik air laut yang menguap ini adalah proses pemisahan atman dengan asal utama (Tuhan) dan proses turun hujan adalah lahirnya manusia ke bumi, dan akan mengalir melalui sungai yang artinya sama dengan manusia yang berjalan melalui jalan agama. Air hujan yang sudah melewati jalur sungai yang tepat akan bisa kembali lagi ke laut. Seperti halnya seseorang yang sudah melewati jalan kebenaran dan sesuai dengan prinsip dalam agama (Dharma) akan bisa kembali lagi kepada asal muasalnya yaitu Tuhan (Moksa). Lalu ada juga manusia yang tersesat karena ketidak tahuannya (Awidya) seperti air hujan yang terperangkap di danau yang tidak akan mengalir kemana pun. Lalu bagaimana cara agar air dalam danau itu bisa mengalir? Maka air dalam danau tersebut harus menguap kembali terlebih dahulu dan turun kembali dalam bentuk hujan dan mengalir dalam sungai yang sesuai sehingga dia bisa mengalir ke laut. Sama halnya dengan manusia yang sudah tersesat dan melakukan banyak dosa sehingga dia harus terlahir kembali (Reinkarnasi/Punarbhawa), dan harus bisa melalui jalan kebenaran (Dharma) sehingga bisa menyatu kembali dengan Tuhan.

Air laut tersebut bisa saja menguap dari belahan laut manapun, maka sama dengan manusia yang bisa saja terlahir dari Tuhan itu sendiri, Dewa tertinggi Tri Murti, ataupun Dewa-Dewi lainnya. Maka tidak salah kalau manusia berbakti juga kepada Dewa-Dewi.

Jadi sama seperti lautan di bumi, walaupun disebut samudera hindia, samudera atlantik, laut jawa, selat sunda, dan lain-lain yang karena luasannya berbeda tetap saja itu adalah lautan bumi dan sama sekali tidak ada pembatasnya. Begitu juga Dewa, manusia dan mahluk hidup lainnya walaupun berbeda karena tingkat kesadarannya maka tetap saja asalnya dari Tuhan dan merupakan Tuhan itu sendiri. Laut juga bukan hanya terdiri air laut saja, tetapi juga dipenuhi oleh karang, pasir, palung, dll yang merupakan personifikasi alam semesta ini. Jadi dengan demikian sama seperti lautan yang terdiri dari beraneka ragam, sebagai sumber air terbesar bumi, Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi berada di dalam dan di luar ciptaanNya dan meresapi segala-galanya serta merupakan asal dari segalanya.