Selasa, 26 Juli 2016

Dewa dan Bhatara

Masih banyak orang yang masih bingung dengan perbedaan dari masing-masing kata Dewa dan Bhatara. Terkadang ada yang mengatakan kedua istilah itu sama, tetapi ada juga yang bilang berbeda tetapi walaupun demikian tidak mengerti maksud yang sebenarnya. Dalam agama Hindu, kedua bentuk jiwa tersebut memang memiliki kedudukan tinggi. Untuk lebih jelasnya berikut adalah arti dari istilah-istilah tersebut :

Dewa berasal dari kata "Div" dalam bahasa sansekerta yang artinya bersinar. Jadi Dewa berarti sinar suci dari Brahman/Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Waca. Dewa merupakan jiwa/mahluk suci yang tinggal di nirwana/surga. Musuh para Dewa adalah Asura (raksasa). Walaupun demikian, tidak semua asura adalah jiwa yang jahat demikian juga tidak semua dewa itu memiliki sifat yang baik. Fungsi Mereka adalah mengatur jalannya dunia termasuk kehidupan. Diantara pada dewa yang ada, dewa tertinggi disebut sebagai Tri Murti yaitu Brahma, Wisnu dan Ciwa. Mereka adalah Pencipta, Pemelihara dan Pelebur alam semesta atau diidentikkan sebagai awal, proses dan akhir dari kehidupan. Sedangkan dewa lainnya adalah penguasa unsur dalam alam semesta seperti misalnya Dewa Bayu menguasai unsur angin, Dewa Agni menguasai unsur api, Dewa Baruna menguasai unsur air/laut, Dewi Pertiwi menguasai unsur tanah, dan lain-lain. Dalam Reg Weda disebutkan ada 33 nama dewa diantaranya yang paling banyak disebutkan adalah Indra, Agni, Baruna, Soma. Dewa Baruna sendiri adalah dewa yang juga merupakan asura.

Bhatara berasal dari kata "Bhatr" dalam bahasa sansekerta yang artinya pelindung. Jadi Bhatara adalah jiwa suci yang menjadi pelindung dunia. Di setiap daerah memang memiliki Bhatara yang berbeda-beda. Di Bali sendiri kita mengenal banyak bhatara yang sesungguhnya sudah diketahui bahkan sebelum agama hindu memasuki Bali. Diantara Bhatara yang ada adalah Sang Hyang Sapuh Jagat yang menjaga di persimpangan, Beliau yang bertugas menjaga Bali diantaranya Ratu Niang Sakti, Jero Dukuh Sakti, Ratu Sakti Dalem Ped atau Ida Bhatara Sakti Wawu Rawuh yang menjaga pesisir pantai dan Ida Bhatari Danu yang menjaga Danau, dan lain sebagainya. Asal muasal para bhatara ini adalah memang dari dunia ini baik dari dunia nyata maupun dunia lain. Intinya jiwa yang telah disucikan baik itu jiwa yang berasal dari manusia ataupun mahluk halus, akan menjadi Bhatara. Contohnya leluhur kita yang sudah selesai disucikan dan dilakukan penyembahan terus menerus akan terangkat dengan sendirinya dan menjadi Bhatara. Bahkan penguasa Bali (raja) pada jaman dahulu sebagian besar diangkat menjadi Bhatara dan dibuatkan tempat pemujaan/Pura. Di Bali sendiri banyak dibangun pura untuk melakukan pemujaan kepada Bhatara disamping pemujaan untuk para Dewa, bahkan di setiap rumah terdapat banyak pelinggih/tempat pemujaan yang diperuntukkan untuk para Bhatara misalnya penunggu, pelinggih lebuh, dan merajan yang utamanya adalah memohon perlindungan.

Perbedaan dasar antara Dewa dan Bhatara adalah Dewa merupakan sinar suci dari Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan unsur dasar dari alam semesta sedangkan Bhatara adalah aktifitas Tuhan Yang Maha Esa dalam melindungi alam semesta. Dewa dan Bhatara bisa juga disebut sebagai manifestasi Tuhan karena apapun di dunia ini adalah memang manisfestasi dari Beliau bahkan juga manusia, hewan maupun Tumbuhan karena Tuhan berada di dalam dan di luar ciptaan-Nya.

Apakah Dewa bisa disebut sebagai Bhatara?
Pada dasarnya khususnya di Bali, Dewa memang diidentikkan sebagai Bhatara karena aktifitas Beliau untuk melindungi, akan tetapi orang kadang salah menyebutkan. Contohnya Dewa Wisnu, Beliau yang bertugas sebagai pemelihara alam semesta tidak bisa langsung kita sebut sebagai Bhatara Wisnu. Karena dalam melakukan aktifitasnya Beliau melakukan cara-cara tertentu yang lebih dikenal sebagai Awatara. Maka para awatara inilah yang bisa kita sebut sebagai Bhatara. Contohnya Bhatara Krishna, Bhatara Rama, Bhatara Manu, dll. Contoh lainnya adalah Dewa Ciwa, dalam melakukan aktifitas sebagai pelindung, Beliau bergelar Bhatara Guru. Walaupun insannya sama tetapi kalau aktifitas dan fungsinya berbeda, maka beda juga dalam penyebutan.

Terlihat memang sedikit rumit, kenapa mesti ada sinar suci dan pelindung yang dianggap berbeda tetapi terkadang sama. Kenapa tidak seperti umat lain saja misalnya Islam yang hanya memuja Allah dan memohon perlindungannya atau umat Kristen yang memuja Yesus dan memohon keselamatan darinya. Jadi dalam Hindu semestinya hanya memuja Ida Sang Hyang Widhi/Brahman dan memohon perlindungannya. Tetapi apa yang tertera dalam Hindu, memang seperti itulah cara kerja Tuhan. Sifat Tuhan/Brahman dalam Hindu sangat rumit dan tidak terbatas. Beliau ada dimana-mana (Wibhu Sakti) tetapi tidak bergerak (Acala) dan tidak berpindah-pindah (Sthanu), Beliau ada di dalam dan di luar ciptaan-Nya, Beliau tak terpikirkan (Acintya). Sedangkan dalam Hindu sendiri kita sudah mengenal tentang pembagian fungsi dan tugas baik untuk para Dewa, Bhatara, manusia ataupun mahluk lainnya dan setiap insannya tersebut sudah memiliki tugas yang harus dilakukan. Jadi hal tersebut sebenarnya memang sudah diatur, sehingga dalam dunia nyatapun pembagian tugas ini diadopsi dan dilakukan dalam keseharian yang lebih kita kenal sebagai catur warna.

Apakah salah manusia memuja Dewa dan Bhatara?
Manusia tidak akan salah kalau seandainya melakukan pemujaan kepada para Dewa dan Bhatara. Maksud dari pemujaan tersebut adalah sebagai ungkapan terima kasih dan memohon perlindungan. Tetapi untuk urusan penyerahan diri, maka pemujaan dilakukan kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar